GB FPIK UMI Narasumber Webinar Mitigasi Iklim Ekstrim dan Pengelolaan Kawasan Pandawa 1000

Author Website UMI

/

Makassar, umi.ac.id – Ancaman curah hujan tinggi menjadi momok yang terus diwanti-wanti oleh masyarakat Indonesia jelang tutup tahun. Ini terjadi hampir di setiap tahunnya. Curah hujan yang tinggi memberikan berbagai dampak seperti banjir, gagal panen dan lain- lain.

Salah satu dampak yang diakibatkan oleh fenomena Iklim Ekstrim ini diperkirakan mengancam pengelolaan Udang Windu di Kabupaten Pinrang Sulawesi Selatan. Program Unggulan Sulawesi Selatan di sektor perikanan bernama Pandawa 1000 ini diperkirakan akan menghadapi ancaman serius di akhir tahun yakni cuaca ekstrim.

Pandawa 1000 diketahui merupakan salah satu program prioritas pemerintah Sulawesi Selatan dibawah kepemimpinan Gubernur sulsel Andi Sudirman Sulaiman. Program yang bergerak pada pembudidayaan Udang Windu ini adalah upaya pemerintah untuk mengembalikan kejayaan Sulsel di masa lalu pada sektor komoditas perikanan.

Ancaman krisis Iklim pada pengelolaan Pandawa 1000 ini terungkap dalam webinar bertajuk ‘Fenomena Iklim Ekstrim dan keberhasilan Pengelolaan Kawasan Pandawa 1000 secara virtual, Senin (19/9/2021). Salah satu narasumber adalah Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan UMI yang juga Tenaga Ahli TGUPP, Prof. Dr. Ir. Hattah fattah, M.S.

Prof. Hatta sapaan akrabnya menegaskan, perlu disiapkan manajemen dan mitigasi khusus dalam menghadapi situasi iklim ekstrim yang akan mengancam pada Okber dan November hingga tutup tahun mendatang yang dimana di rentetan waktu itu akan dilakukan beberapa agenda mulai dari panen hingga pembibitan.

“Kita telah mendengarkan penjelasan dari BMKG terkait ancaman Iklim ekstrim, curah hujan yang tinggi, bahkan akan ada kemungkinan fenomena Lanina. Sehingga kita harus menyiapkan manajemen resiko agar mampu memitigasi dampak yang akan terjadi. “Manajemen resiko atas ancaman krisis iklim agar produksi pandawa 1000 ini bisa kita tingkatkan lagi. Apalagi data yang didapatkan mengemukakan bahwa Waetiou Kecamatan Lanrisang (wilayah pandawa 1000) masuk dalam kawasan yang rawan terjadi bencana,” jelasnya.

Pertama, kata Wakil Rektor V UMI ini beberpa poin yang dilakukan, misalnya pertama adalah melakukan normalisasi saluran dan muara. Menormalisasi sungai dimaksud adalah mengembalikan fungsi sungai muara, jika perlu diperluas agar memiliki daya tampung lebih besar.

“Jadi perlu dilakukan normalisasi saluran dan muara. Kita harus menciptakan tempat yang memiliki daya tampung air besar. Karena pada november dan Desember akan mendapatkan curah hujan yang besar,” tutur Koordinator Matching Fund UMI tersebut.

Selanjutnya adalah melakukan perencanaan panen Perdana Minggu IV November 2022. Pada panen perdana yang akan dihadiri langsung ini mesti diukur peluang turun hujan. Sehingga bisa direncanakan dengan baik.

“Selanjutnya adalah Optimalisasi dan Reschedule penebaran oktober 2022. Kita upayakan harus selesai pada bulan Oktober. Ini disiapkan beberapa alternatif jika bukan bulan Oktober seperti ditambak di lokasi yang relatif aman. Karena ada memang beberapa lokasi yang meski curah hujan tinggi tapi daerah itu terbilang aman,”imbuhnya.

Yang tidak kalah penting adalah perawatan kualitas air. Jumlah curah hujan yang besar sangat mempengaruhi kualitas air. Kemudian adalah Pengendalian Ketersediaan pakan alami terutama Phronima Suppa (Phronima SP).

“Masyarakat harus diberikan Pakan Alami itu pada waktu yang tepat yakni di sekitar november 2022 dan terakhir adalah pemantauan dan pembelajaran mitigasi Risiko serta Sintesis Kebijakan pengendalian resiko jangka panjang. Harus ada skenario jangka panjang, bahkan termasuk pada pengelolaan yang sifatnya mandiri,” tutupnya.

(HUMAS)

SHARE ON

Leave a Comment