Kuliah Umum Seruan Al-Qur’an Tentang Cara Berpikir, FAI UMI Hadirkan Dr. dr. Ahmad Nizar Shihab, Sp.An.

Author Website UMI

/

Makassar, umi.ac.id – Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Muslim Indonesia (UMI) menggelar Kuliah Umum di Aula Lantai 2 FAI UMI pada hari Senin (29/09/2025).

Kuliah Umum yang dihadiri para dosen dan lebih dari 100 mahasiswa FAI UMI itu mengangkat tema “Seruan Al-Qur’an Tentang Cara Berpikir” itu menghadirkan nasumber Dr. dr. Ahmad Nizar Shihab, Sp.An.

Kegiatan tersebut dibuka langsung Rektor UMI Prof. Dr. H. Hambali Thalib, SH.,MH. didampingi Wakil Rektor IV UMI Dr. KH. M. Ishaq Shamad, MA. dan Dekan FAI UMI Dr. H. Andi Bunyamin, M.Pd.

Rektor UMI Prof. Dr. H. Hambali Thalib, SH.,MH. dalam sambutannya menyampaikan rasa bahagianya dapat bersilaturahmi dengan bapak Dr. dr. Ahmad Nizar Shihab, Sp.An. yang merupakan anak dari mantan Rektor UMI yang kedua.

“Prof. KH. Abd. Rahman Syihab merupakan mantan Rektor UMI yang kedua. Beliau merupakan orang tua dan guru kami. Saya secara pribadi banyak belajar dari beliau khususnya buku beliau yang berjudul Pidana dalam Islam”, ingatnya.

Professor Fakultas Hukum UMI itu juga mengucapkan selamat datang kembali ke rumah almamater tercinta. Beliau adalah dokter, akademisi, politisi dan tokoh agama.

“Beliau akan memberikan pikiran dan pengelaman terkait Seruan Al-Qur’an Tentang Cara Berpikir. Mari kita bersama-sama menyimak dengan baik dan menimbah ilmu dari pengalaman beliau”, ajaknya.

Sementara itu, Dekan FAI UMI Dr. H. Andi Bunyamin, M.Pd. mengucapkan selamat datang kepada bapak Dr. dr. Ahmad Nizar Shihab, Sp.An. di rumah kita bersama Universitas Muslim Indonesia.

“Tema yang di usung sangat tepat dengan dinamika saat ini untuk mengikapi seruan al-quran tantang cara berpikir. Banyak ayat di dalam al-quran mengharapkan kita menggunakan nalar dan pikiran dalam menyikapi persoalan di tengah masyarakat”, ucapnya.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada bapak Rektor UMI atas dukungannya hingga kuliah umum ini dapat terlaksana dan memohon maaf apabila ada hal yang kurang dalam pelaksanaan kuliah umum ini, ungkapnya.

Dr. dr. Ahmad Nizar Shihab, Sp.An. dalam paparannya, menjelaskan bahwa Al-Qur’an berulang kali mengingatkan manusia agar menggunakan akal dan hati. Ada tiga seruan penting yang menjadi porosnya; Afalā tatafakkarūn – Apakah kamu tidak berpikir?, Afalā tubshirūn – Apakah kamu tidak melihat, Afalā ta‘qilūn – Apakah kamu tidak menggunakan akal?

“Tiga seruan ini,” jelasnya, “tidak berhenti pada ajakan normatif. Ia menyentuh inti eksistensi manusia. Allah menegaskan bahwa manusia dibekali potensi kognitif, emosional, dan spiritual, yang semuanya dituntut untuk digunakan secara seimbang demi mengenali kebenaran.”

Dr. Ahmad Nizar kemudian mengajak audiens menengok pemikiran Ibnu Sina (980–1037), filsuf sekaligus ilmuwan muslim besar yang menekankan pentingnya Nafs dan Qalb sebagai pusat integrasi rasional, spiritual, dan moral.

“Bagi Ibnu Sina, berpikir bukan sekadar akumulasi pengetahuan,” terangnya, “tetapi perjalanan menuju kesempurnaan jiwa dan kedekatan dengan Allah.” Pemikiran ini tercermin dalam karya monumentalnya, Kitab al-Shifa’ (Buku Penyembuhan) dan al-Qanun fi al-Tibb (Kanon Kedokteran).

Sebagai pembanding dari tradisi modern, Dr. Ahmad Nizar menghadirkan teori psikologi Daniel Kahneman (1934–2024) dalam karyanya Thinking, Fast and Slow (2011)². Kahneman membagi cara berpikir manusia menjadi dua: System 1 – cepat, intuitif, emosional, dan System 2 – lambat, analitik, penuh pertimbangan.

“Fokus Kahneman,” lanjutnya, “adalah bagaimana manusia bisa berpikir lebih efektif dan terhindar dari bias kognitif. Meski konteksnya berbeda, ada irisan yang menarik bila kita sandingkan dengan seruan Al-Qur’an.”

Keduanya—Ibnu Sina dan Kahneman—sama-sama menekankan perlunya keseimbangan antara intuisi dan analisis, antara kecepatan dan kehati-hatian. Perbedaannya terletak pada orientasi; Ibnu Sina mengaitkan berpikir dengan tujuan spiritual dan transendental. Sementara Kahneman menekankan rasionalitas praktis dalam ranah psikologi-kognitif.

Pertanyaan kritis pun muncul, Apakah seruan-seruan Al-Qur’an ini cukup dijelaskan melalui teori Kahneman tentang System 1 dan System 2? Ataukah cukup melalui konsep Ibnu Sina tentang Nafs dan Qalb? Atau justru keduanya perlu saling melengkapi untuk menjawab panggilan Allah tersebut?

Di akhir kuliah umum, Dr. Ahmad Nizar mengajak seluruh peserta untuk merenungkan kembali makna berpikir dalam perspektif Al-Qur’an.

“Semoga pertemuan ini bukan hanya menambah wawasan,” tuturnya dengan nada reflektif, tetapi juga menumbuhkan kesadaran bahwa berpikir—sebagaimana diseru Al-Qur’an—adalah jalan menuju kebenaran, keadilan, dan kesempurnaan manusia.”, tutupnya.

(HUMAS)

SHARE ON