Makassar, umi.ac.id – Lembaga Penelitian & Pengembangan Sumber Daya (LP2S) Universitas Muslim Indonesia (UMI) menggelar Monitoring dan Evaluasi (Monev) Internal Penelitian Tahun Anggaran 2025 pada Kamis, 2 Oktober 2025.
Kegiatan yang digelar di Aula LP2S UMI Lantai 3 Menara UMI itu melakukan monev internal kepada 52 Judul Penelitian Dosen UMI yang dibuka oleh Ketua LP2S UMI, Prof. Baharuddin Semaila, SE, sedangkan penymaan presepsi reviewer dan penjelasan teknis pelksanakan Monev disampaikan oleh Prof. Andi Aladin, MT, yang sekaligus sebagai reviewer Nasional DPPM DIKTI.
Ketua LP2S UMI Prof. Dr. H. Baharuddin Semmaila, SE.,M.Si. dalam sambutannya menyampaikan bahwa ada satu hal penting yang kerap luput kita sadari, penelitian bukan sekadar menulis laporan atau menggugurkan kewajiban administratif.
“Penelitian adalah denyut nadi universitas, jantung yang memompa ide, inovasi, dan kebermanfaatan nyata bagi masyarakat, Berdasarkan surat resmi Direktur DPPM Kemdiktisaintek No. 1020/C3/DT.05.00/2025 tertanggal 15 September 2025”, ucapnya.

Professor Fakultas Ekonomi & Bisnis UMI itu melaporkan bahwa dalam kegiatan ini, sebanyak 52 judul penelitian dosen UMI yang didanai DPPM Kemdiktisaintek dipresentasikan.
“7 judul Penelitian Tesis Magister, 35 judul Penelitian Fundamental Reguler, 6 judul Penelitian Terapan – Luaran Model, dan 4 judul Penelitian Terapan – Luaran Prototipe”, sebutnya.
Monev tidak dilakukan setengah hati. Ada dua bentuk pendekatan yang ditempuh adalah presentasi/diskusi secara luring, dan kunjungan lapangan langsung ke objek penelitian, ungkapnya.

Sementara itu, Sekertaris LP2S UMI Prof. Dr. Ir. Andi Aladin, M.T., IPM., ASEAN Eng. mengucapkan bahwa Dengan cara ini, para reviewer tidak hanya mendengar narasi, tetapi juga menyaksikan realitas penelitian yang sedang dikerjakan.
“Lebih dari sekadar prosedur, Monev ini adalah ruang refleksi. Para peneliti diajak untuk melihat kembali sejauh mana janji penelitian diwujudkan: dari capaian luaran wajib, kesesuaian penelitian dengan proposal awal, hingga potensi keberlanjutan hasilnya”, jelasnya.
Professor Fakultas Teknologi Industri UMI itu juga mengurai bahwa aspek yang lebih teknis seperti Level TKT (Tingkat Kesiapterapan Teknologi), serapan anggaran, dan kontribusi mitra dalam riset terapan pun menjadi sorotan.

Untuk menjaga kualitas, 10 reviewer dilibatkan—terdiri dari 4 reviewer nasional dan 6 reviewer internal bersertifikat. Kehadiran mereka bukan untuk “menghakimi”, melainkan menjadi mitra kritis yang memberi umpan balik konstruktif, sambungnya.
Pada akhirnya, esensi dari Monev ini bukan sekadar mengejar kelengkapan administrasi. Ia adalah pemberi semangat, penegas bahwa penelitian yang baik bukan hanya selesai di atas kertas, melainkan mampu menembus laboratorium, masyarakat, dan industri, tambahnya.
Monev adalah jembatan yang memastikan riset dosen UMI benar-benar sampai pada ujung jalan: manfaat nyata bagi bangsa, tutupnya.
(HUMAS)