Makassar, umi.ac.id – Di tengah keragaman norma dan praktik, konstitusi-lah yang seharusnya menjadi kompas arah pembaharuan. Prinsip pembatasan kekuasaan, perlindungan hak warga, serta akuntabilitas penyelenggara negara memberikan kerangka yang membuat setiap reformasi bergerak dalam jalurnya.
Tidak sedikit inisiatif pembaharuan yang tersendat bukan karena kelemahan teknis, tetapi karena tidak sepenuhnya selaras dengan arsitektur konstitusional yang sudah digariskan. Di titik inilah konsistensi terhadap konstitusi menjadi prasyarat agar pembaharuan hukum tidak hanya cepat, tetapi juga sahih secara prinsipil.
Hal tersebut digambarkan oleh Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Indonesia Prof. Dr. Yusril ihza Mahendra, SH, M.Sc, saat membawakan materi pada Kuliah Umum Fakultas Hukum (FH) Universitas Muslim Indonesia (UMI) di auditorium Al Jibra UMI, Jalan Urip Sumohardjo, Makassar, Senin (24/11/2025).

UMI Bekali Ilmu dan Nurani
Profesor universitas Indonesia (UI) itu, juga menyebutkan bahwa UMI sebagai institusi pendidikan telah membekali setiap mahasiswanya dengan ilmu dan nurani. Ini menjadi landasan filosofis untuk mendorong generasi yang bermoral secara hukum kedepannya.
“Konstitusi memberi kita arah. Kebijakan pemerintah memberi kita langkah. Kampus seperti UMI memberi kita bekal ilmu dan nurani. Tugas kita bersama adalah memastikan bahwa arah, langkah, ilmu, dan nurani itu bertemu dalam satu tujuan besar menghadirkan keadilan dan kemaslahatan bagi seluruh rakyat Indonesia, tanpa kecuali. Bapak dan Ibu sekalian, pembaharuan hukum adalah perjalanan tanpa akhir,” bebernya.
“Saya bergembira dapat berada di UMI, di sebuah kampus Islam yang kuat tradisi keilmuannya dan kokoh akar keagamaannya,” sambung mantan Dosen Luar Biasa FH UMI tersebut.
Dalam pemaparan lanjutannya, Prof Yusril mengajak semua kalangan, khususnya para mahasiswa, melihat pembaharuan hukum bukan hanya sebagai urusan teknis regulasi, tetapi sebagai bagian dari ikhtiar besar kita menjaga marwah konstitusi, menegakkan keadilan, dan menghadirkan kemaslahatan bagi seluruh rakyat Indonesia.
“Hukum, sejatinya, adalah sebuah ekosistem yang hidup, yang dibentuk oleh berbagai aktor, berbagai sumber, dan berbagai proses, yang semuanya saling berinteraksi satu sama lain. Hukum tidak hanya tumbuh dari negara, tetapi juga hidup melalui putusan-putusan hakim, kebiasaan para pelaku usaha dan profesi hukum, pemikiran para sarjana, sampai praktik-praktik yang mengakar dalam masyarakat,” ungkapnya.

Hukum Bukan Sesuatu yang Statis
Hukum itu,kata Prof Yusril, dapat lahir dari berbagai sumber. Hukum bukanlah sesuatu yang statis, ia adalah hasil interaksi dinamis antara berbagai aktor dalam masyarakat. Dalam tradisi ilmu hukum, sering kita kenal ungkapan bahwa hukum tidak hanya state’s law, yaitu hukum yang dibuat oleh negara melalui peraturan perundang-undangan.
“Tetapi hukum juga bisa lahir dari hakim (judge-made law), yang lewat putusannya menciptakan preseden, memuat ratio decidendi yang menjadi pedoman legislasi mendatang dan bahkan sering kali juga menegaskan suatu norma baru,” tutupnya.
Sementara itu, Rektor UMI Prof. Dr. H Hambali Thalib, SH, MH, memaparkan jika Prof Yusril memiliki banyak kontribusi dalam pembangunan Indonesia, khususnya di bidang hukum. Beliau adalah penjaga nalar konstitusi sejak masa transisi Orde Baru hingga hari ini. Beliau adalah pengarah arah kebijakan hukum nasional lintas zaman.

“Kehadiran beliau di UMI pada hari ini, bukan hanya kehormatan, Ini adalah kemewahan intelektual, Ini adalah anugerah akademik, bagi seluruh mahasiswa hukum Indonesia,” tegasnya.
Prof Hambali Thalib, menekankan bahwa saat ini Indonesia sedang memasuki era hukum baru, yang mengubah banyak hal hingga ke dasarnya mulai dari Hukum adat kini menjadi pilar formal negara, mekanisme penyidikan dan penuntutan bergeser total, peran penasihat hukum dipertegas dan di-redefinis.
“Kemudian sistem pembuktian mengalami revolusi, dan reformasi Polri memasuki fase paling fundamental sejak reformasi tahun 1998. Ini bukan revis. Ini bukan penyempurnaan biasa. Ini adalah rekonstruksi sistemik, perubahan arsitektural tata hukum yang benar-benar lahir kembali,” imbuhnya.
UMI Kampus Pelopor Reformasi
Profesor ternama FH UMI menggambarkan bahwa UMI sebagai Kampus Pendidikan dan Dakwah, Kampus Ilmu & Ibadah serta Kampus Perjuangan dan Pengabdian, pelopor refrormasi tidak boleh berdiri sebagai penonton.
“Kita harus menjadi arsitek generasi baru penegak hukum Indonesia. Untuk calon-calon jaksa, hakim, polisi, akademisi, dan pembela keadilan masa depa. Inilah saatnya kalian mempersiapkan diri menjadi penjaga keadilan, menjadi pembela hukum yang berintegritas, menjadi generasi unggul yang menguasai KUHP baru, KUHAP baru, dan seluruh dinamika hukum abad ke-21,” imbuhnya.
“UMI kini memasuki fase emas, dari kampus pengajar hukum, menjadi kampus produsen pembaruan hukum nasional,” tutupnya.

Kegiatan ini dihadiri oleh banyak pejabat teras mulai dari Ketua DPRD Sulsel, Pangdam XIV Hasanuddin, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum, Kantor Wilayah Kementerian Hak Asasi Manusia, Kantor Wilayah Imigrasi, Kantor Wilayah Direktorat Jendral Pemasyarakatan Sulawesi Selatan. (*)
