UMI dan UKM Kerjasama Mengatasi Hambatan Ekspor Minyak Sawit Indonesia dan Malaysia

Author Website UMI

/

Makassar, umi.ac.id – Indonesia dan Malaysia menghadapi ancaman pelarangan ekspor minyak kelapa sawit dari negara yang bergabung dalam The Organisation for Economic Co-operation and Develpoment (OECD) atau Organisasi Kerjasama Negara Maju yang beranggotakan 38 negara.

Penolakan produk minyak kelapa sawit Indonesia dan Malaysia terutama datang dari anggota OECD yang bergabung dalam negara Uni Eropa. Mohamad Oemar, Dubes RI yang menerima kunjungan Delegasi UMI dan Asosiasi Pimpinan Perguruan Tinggi Hukum Indonesia (APPTHI) di Paris pada tanggal 13 Oktober 2023 menyarankan dilakukannya review dan sinkronisasi regulasi nasional dengan ketentuan dan parameter OECD.

Mohamad Oemar menambahkan kerjasama internasional seharusnya berkontribusi bagi kemajuan nasional dan peningkatan nilai tambah (added value) serta berperan penting dalam mewujudkan Indonesia Emas pada 2045.

Kesenjangan regulasi Indonesia dan Malaysia dengan parameter OECD dan isu deforestasi menjadi alasan utama penolakan produk minyak sawit oleh negara anggota OECD terutama negara Uni Eropa.

Diplomasi dagang dan harmonisasi regulasi dalam negeri dengan ketentuan OECD menjadi jalan keluar dalam meningkatkan penerimaan minyak sawit Indonesia dan Malaysia pada negara OECD dan Uni Eropa.

Eropa telah menerbitkan Delegated Regulation pada awal 2019 yang merupakan turunan dari Renewable Energy Directive II (RED II). Kelapa sawit dianggap sebagai komoditas berisiko tinggi terhadap perusakan hutan atau deforestasi yang juga disebut dengan indirect land-use change (LUC).

RED II menargetkan pengurangan emisi karbon hingga 40 persen pada 2030. Untuk mencapai target tersebut, Uni Eropa mengurangi konsumsi biodiesel sawit secara berangsur-angsur dan akan menghentikannya secara total pada 2030.

Mantan Direktur Jenderal Organisasi Perdagangan Dunia atau World Trade Organization (WTO) periode 2005-2013 Pascal Lamy menyatakan saat ini Indonesia sedang bersengketa hukum perdagangan dengan Uni Eropa di WTO perihal kebijakan larangan ekspor bijih nikel ke luar negeri dan isu kontroversial lainnya yang membuat Uni Eropa jengkel dengan Indonesia.

Dua isu kontroversial tersebut yakni isu deforestasi dan perkebunan kelapa sawit. Pascal Lamy menyatakan pemerintah Indonesia tidak senang dengan tindakan Uni Eropa yang berupaya mengurangi konsumsi minyak sawit dan menetapkan kelapa sawit sebagai tanaman berisiko tinggi terhadap deforestasi. Saat ini proses dokumen gugatan yang disampaikan Indonesia kepada WTO terhadap Uni Eropa sudah berjalan.

Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Kerajaan Malaysia telah melahirkan sejumlah kesepakatan terkait kelapa sawit untuk memperkuat kerja sama melalui Council Palm Oil Producing Countries (CPOPC) yang bertujuan meningkatkan pasar minyak kelapa sawit dan memerangi diskriminasi terhadap kelapa sawit.

Dalam rangkaian kegiatan hari kedua QS Higher Education Summit di Kuala Lumpur Convention Center (KLCC) telah dilakukan pertemuan antara Prof.Dr.Ir.Muhammad Hattah Fattah (Wakil Rektor Bidang Kejasama dan Promosi) dan Dr.Ir.Syamsuddin Yani (Ketua Lembaga Penjaminan Mutu) mewakili Universitas Muslim Indonesia (UMI) dengan perwakilan Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM) yang terdiri dari Prof.Dato’ Dr.Wan Kamal Bin Mujani (Timbalan Naib Canselor Hal Ehwal Penyelidikan dan Inovasi), Prof.Dr.Jady Zaidi Hassim (Dekan Fakulti Undang-undang), dan Dr.Muhammad Helmi MD Said (Timbalan Dekan Hal Ehwal Jaringan Industri dan Masyarakat Fakulti Undang-undang).

Pada saat yang sama  sedang berlangsung PIPOC 2023 International Palm Oil Congress and Exhibition di KLCC. Perwakilan kedua universitas menyepakati untuk melakukan kajian secara komprehensif untuk menghasilkan solusi terhadap hambatan penerimaan minyak sawit Indonesia dan Malaysia oleh negara Uni Eropa dengan melibatkan pakar kedua universitas dan pihak terkait termasuk Sekretariat ASEAN dan APPTHI. Pelaksanaan kajian dikoordinir langsung oleh Prof.Dr.H. La Ode Husen, SH.,MH (Dekan Fakultas Hukum UMI) dan Prof.Dr.Jady Zaidi Hassim dari UKM.

(HUMAS)

SHARE ON

Leave a Comment