Makassar, umi.ac.id – Selama tahun 2024 ini, Universitas Muslim Indonesia (UMI) terus melahirkan profesor. Sehingga sampai saat ini, total profesor di UMI telah mencapai 84 orang. Kendati demikian, Kampus dengan akreditasi Unggul ini menargetkan bisa mencetak 88 orang guru besar hingga akhir tahun 2024.
Terbaru, UMI mengukuhkan Prof. Dr. H. Askari Razak, S.H., M.H sebagai Profespr Ilmu Hukum BIdang Hukum Tata Negara di Auditorium Aljibra UMI, Jalan Urip Sumohardjo, Makassar, Jumat, (23/8/2024).
Pengukuhan yang digelar dalam rapat senat luar biasa ini dihadiri oleh banyak pejabat Negara mulai dari Hakim Agung, Komnas HAM, LPSK RI, anggota DPR dan masih banyak lagi.

Rektor UMI, Prof. Dr. H Sufirman Rahman, SH, MH, mengatakan selama 2024 telah dikukuhkan 13 orang, kendati demikian, target professor di UMI hingga akhir tahun ini mencapai 88 orang.
“Saat ini profesor di UMI mencapai 84 orang. Jumlah ini akan terus bertambah hingga akhir tahun, Kita menargetkan mencapai 88 orang,” ucapnya.
Kata Alumni sekaligus Profesor aktif Fakultas Hukum (FH) UMI ini, total Profesor yang ada saat ini sudah memperlihatkan capaian indikator raihan UMI.
“Apalagi UMI mendapat penghargaan dari LLDIKTI Wilayah IX dengan Profesor terbanyak di Sultanbatara,” ucapnya.
Kepala LLDIKTI Wilayah IX Sultanbatara, Dr.Andi Lukman mengatakan, UMI merupakan perguruan tinggi di wilayah LLDIKTI IX Sultanbatara yang melahirkan profesor terbanyak.
“Tentunya dengan dikukuhkanya Profesor ini tentu besar tanggungjawabnya. Setelah mendapatkan profesor, kita tidak bisa berhenti berkarya, utamanya menciptakan karya buku menjadikan referensi bagi profesor lain maupun mahasiswanya,” terangnya.
Pidato ilmiah Prof Askari Razak berjudul ‘Urgensi Pelayanan publik sebagai Penguatan Otonomi Daerah dalam Mewujudkan Tujuan Nasional’. Ia menilai ada persoalan pemerintah yang berdampak pada ketimpangan struktur social ekonomi.
Persoalan utama terkait belum optimalnya pelayanan publik dalam pemerintahan. Kondisi ini disayangkan terjadi dari pemerintah daerah sampai tingkat pusat.
“Persoalan ini muncul Ketika pemerintah masih posisikan diri penguasa dibanding pelayan. Sehingga masyarakat cenderung tampil jadi pelayan pemerintah,” jelas Prof Askari Razak.
Distorsi tersebut membatasi ruang gerak dan prakarsa pemda dalam optimalkan penguatan otonomi daerah (Otda).
“Lebih jauh membatasi hak masyarakat yang bersifat fundamental untuk mendapatkan pelayanan publik sebagaimana diatur UU no 25 tahun 2009,” lanjutnya.
Prof Askari melihat persoalan ini sangat fundamental sebab berefek pada perkembangan negara. Otda disebutnya bisa menjadi solusi untuk optimalisasi pelayanan publik.
“Sebab pemerintah daerah punya kuasa untuk mengatur dan mengelola kebijakan secara mandiri,” tuturnya.
Entah harus bergembira atau bersedih. Pasalnya tepat dihari pemberian gelarnya sebagai guru besar, ayahandari dari Prof. Dr. H. Askari Razak dikabarkan meninggal dunia.
Sebelum naik di atas podium membacakan pidatonya, ia mendapatkan kabar duka dari keluarganya dari kampung halamannya di Kabupaten Sidrap.
“Ibu saya rencana akan hadir dipengukuhan, tetapi karena berita duka ayah saya meninggal maka beliau pulang ke Sidrap sehingga keduanya tidak bisa hadir di tempat ini,” kata Prof Askari.
Prof Askari tak kuasa menahan kesedihannya, namun tetap terlihat begitu tegar membawakan pidato ilmiah. (*)